Lazada Indonesia

Pengobatan Malaria

Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:

-Membunuh semua stadium dan jenis parasit
-Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
-Toksisitas dan efek samping sedikit
-Mudah cara pemberiannya
-Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan teknis. Hambatan operasioanal itu adalah:
- produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
- kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
- kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)
Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi terhadap obat. Obat yang ideal yaitu:
- Membunuh semua stadium dan jenis parasit
- Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
- Toksisitas dan efek samping sedikit
- Mudah cara pemberiannya
- Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sedangkan hambatan operasional dalam pengobatan adalah:
- produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
- kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
- kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal klorokuin untuk 3 hari, hanya diminum 1 hari saja).
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit malaria, antara lain:
1. Klorokuin
Kerja obat :
- sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet muda.
Farmokodinamika :
- menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA terganggu.
Toksisitas :
- Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
- Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih besar / sama dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan kosong
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- gangguan pendengaran
Formulasi obat:
- Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg berntuk garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa klorokuin disulfat per ampul.

2. Primakuin
Kerja obat :
- sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae tidak diketahui.
- sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi sehingga perlu hati-hati.
- gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
- hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika : Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan) sehingga lebih berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
- Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
- Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
- Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila dalam keadaan kosong
- Kejang-kejang/gangguan kesadaran
- Gangguan sistem haemopoitik
- Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.


3. Kina
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies lain cukup efektif.
Farmakodinamika : Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian menghambat sintesa protein parasit.
Toksisitas :
- dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
- dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping : Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan pendengaran –telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan kabur.
Formulasi obat:
- Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)

4. Sulfadoksin Pirimetamin (SP)
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap parasit lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis tunggal sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Pirimakuin)
- Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan gametosit
Farmakodinamika :
- primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu
- SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan sitoplasma parasit
Toksisitas :
- sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)
- pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 250 mg/hari (dewasa)
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD
Kontra indikasi :
- idiosinkresi
- bayi kurang 1 tahun
- Defisiensi G6PD
Formulasi obat : 500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.

5. Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif, bagian yang digunakan adalah daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan banyak cabang. Tingginya Cuma 50 – 80 cm. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik (menghilangkan demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita malaria dalam melawan penyakitnya. Dalam penelitian in vivo (di dalam tubuh makhluk hidup), daun sambiloto memang tidak mematikan P. berghei pada mencit. Namun, mencit yang tertular bisa diperpanjang masa hidupnya karena hati dan limpanya terlindung dari kerusakan. Dengan demikian penggunaan daun sambiloto dapat menunjang penggunaan obat plasmodicide (bersifat menghancurkan plasmodia). Hasilnya, sudah terlihat pada pemberian pertama. Meski begitu, dianjurkan untuk menggunakannya secara terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan sebagai obat oral tunggal tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya diperlukan sekitar setengah genggam daun sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar ¾ bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi madu (kalau dirasa perlu), air rebusan sudah siap dijadikan obat tradisional untuk malaria. Dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing sebanyak ¾ gelas minum.

6. Pulai
Kalau di dekat rumah tumbuh pohon pulai (Alstonia scholaris R. Br.), ada baiknya tanaman ini yang dipilih. Tinggi pohon ini bisa mencapai 25 m dengan diameter batang 40 – 60 cm. Di Jawa, pulai umumnya ditemukan di daerah berketinggian di bawah 900 m di atas permukaan laut. Bagian tanaman yang digunakan bukan lagi daunnya, tapi kulit pohonnya. Rasa bagian pohon ini pahit dan tak berbau. Menurut Perry, kulit kayu tsb. Baik untuk pengobatan malaria kronis yang disertai pembesaran limpa. Di dalamnya terkandung senyawa alkaloid. Air dari seduhan kulit tanaman ini terbukti tidak beracun. Secara in vitro (di dalam tabung percobaan) terbukti ekstraknya bersifat plasmodicide pada konsentrasi 10 – 100 mikrogram/mikroliter. Apakah alkaloid yang dikandungnya bersifat plasmodicide, belum terbukti. Untuk menggunakannya sebagai obat tradisional malaria, diperlukan kulit batangnya sebesar tiga jari. Kulit itu direbus di dalam tiga gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar ½-nya. Setelah disaring dan diberi pemanis berupa gula atau madu, air rebusan tsb. Sudah bisa diminum sebagai obat tradisional. Sekali minum cukup ¾ gelas dan dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali.




7. Johar
Tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) juga sudah banyak diteliti kemungkinannya sebagai obat malaria. Tanaman ini berupa pohon dan cepat tumbuhnya. Di Jawa, tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah dengan ketinggian di bawah 1.000 m di atas permukaan laut. Tingginya bisa mencapai 15 m dengan batang berdiameter 40 – 50 cm. Kayunya termasuk kuat dan awet. Daunnya merupakan bagian yang bisa digunakan sebagai obat malaria. Di dalamnya terdapat alkaloid bersifat racun dan oxymethylanthraquinone. Namun, zat-zat tsb. Belum terbukti bertanggungjawab terhadap khasiatnya sebagai obat malaria.
Dalam penelitian diketahui, sampai dosis 100 mg serbuk daun/100 g tikus dalam bentuk infus oral tidak mengurangi jumlah eritrosit (sel darah merah) tertular parasit (plasmodium). Ada kemungkinan perlu dosis lebih besar dan dengan frekuensi lebih sering supaya efek yang diharapkan bisa dicapai. Juga telah dibuktikan bahwa ekstrak daun johar termasuk bahan yang tidak beracun. Secara in vivo ekstrak tersebut tidak bersifat plasmodicide pada P. berghei, tapi memperpanjang masa hidup mencit tertular, lantaran limpa dan hatinya tidak rusak. Daun johar juga memiliki daya imunostimulasi (merangsang produksi zat kekebalan tubuh), bersifat antipiretik yang potensinya seperti asetosal. Infusnya juga bersifat hepatoproteksif (melindungi hati dari kerusakan).
Seperti dikutip Heyne, dalam harian Indische dagbladen Juni 1917 disebutkan seorang bernama Wilkens di Surakarta menganjurkan penggunaan daun johar untuk pengobatan malaria. Segenggam daun mudanya direbus dengan enam cangkir air hingga airnya tersisa separuhnya (tiga cangkir). Hasil rebusan ini diminum tiga kali sehari, masing-masing secangkir. Kalau penderita merasa agak baik, dosisnya diturunkan menjadi dua kali sehari, masing-masing secangkir. Setelah kesehatannya normal, dosisnya diturunkan kembali menjadi secangkir dalam sehari.
Di masa sekarang, ramuan itu sedikit berubah meskipun prinsipnya sama. Untuk menggunakannya dalam proses pengobatan malaria digunakan ¾ genggam daun johar segar. Semuanya direbus di dalam 3 gelas minum air hingga air rebusannya tersisa ¾-nya. Air rebusan ini diminum 3 kali sehari, masing-masing ¾ gelas minum.



8. Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan sebagai alternatif bahan obat tradisional adalah bratawali (Tinospora crispa Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat dengan gemang batang sebesar kelingking orang dewasa. Batangnya dipenuhi benjolan-benjolan kecil.
Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya terkandung alkaloid. Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-muntah. Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang sukar diobati. Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai obat deman telah diuji oleh dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus demam berselang (mungkin demam sebagai gejala malaria).
Serbuk batang bratawali termasuk bahan yang PNT. Infusnya bersifat antipiretik. Sifat inilah yang meringankan penderitaan penderita malaria. Namun, belum diketahui apakah sifat ini disebabkan alkaloid yang dikandungnya atau oleh sebab lain. Yang pasti, dalam penelitian bahan ini tidak menurunkan jumlah eritrosit mencit yang tertular P. berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat tunggal tradisional diperlukan ¾ jari batang bratawali segar. Batang itu dipotong-potong seperlunya lalu direbus di dalam 4 ½ gelas minum air hingga tinggal separuhnya. Air rebusan disaring, diberi pemanis gula atau madu secukupnya. Hasilnya siap diminum sebagai obat oral. Tiap hari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing ¾ gelas minum.

9. Vaksin
Kurang memuaskannya hasil penanganan selama ini mengakibatkan para ahli sependapat bahwa harapan untuk memenangkan perang melawan malaria terletak pada ditemukannya vaksin antimalaria. Dari ke empat spesies plasmodium, yang paling banyak menimbulkan kematian adalah P falciparum sehingga prioritas penemuan vaksin ditujukan terhadap spesies ini. Sementara ini telah diteliti empat kemungkinan pendekatan tata kerja vaksin:
1. pada stadium pre erythrocyt (sel darah merah),
2. pada tingkat blood stage.
3. pada transmission blocking.
4. kombinasi ketiganya atau multi stage vaccine.
Vaksin yang bekerja pada stadium pre erythrocyte di desain untuk mencegah infeksi ke sel darah merah yakni mencegah pelepasan merozoit dari hati. Makanya vaksin tersebut sangat penting peranannya bagi strategi penemuan multi stage vaccine selanjutnya.
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi multiplikasi parasit di dalam darah. Sehingga mengurangi gejala klinis penyakit, namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi. Kemungkinan mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap protein permukaan merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau menginduksi toksin antimalaria
Sedangkan vaksin transmission-blocking vaccinee (TBVs) bertujuan mencegah transmisi parasit dari manusia ke nyamuk dan vaksin jenis ini digabungkan dengan vaksin berbagai tingkat yang lain (liver dan blood stage).
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua tingkat pada siklus parasit malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan tipe SPF66 suatu tipe peptide vaksin. Pada awalnya SPF66 memberikan hasil yang menjanjikan, namun dalam percobaan skala besar penelitian fase III hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang dikembangkan serta vaksin multi stage berbasis DNA juga mulai dikembangkan .
Untuk mengatasi plasmodium memang diperlukan vaksin kompleks namun ternyata penambahan berbagai elemen justru hasilnya kontra produktif. Penemuan genetic tools yang baru seperti transcriptome dan teknologi analisa proteome diharapkan membuat para ahli dapat lebih memahami biologi dari plasmodium sehingga dapat menolong untuk pengembangan vaksin dan obat antimalaria yang baru.
Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun tetap harapannya terletak pada vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang memenuhi syarat, bahkan pengembangannya masih banyak tantangan. Para ahli tetap mengupayakan ditemukannya vaksin antimalaria terutama vaksin multi stage.

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More